Forum Koperasi Syariah Jawa Timur menggelar rapat terkait Otoritas Jasa Keuangan (OJK), yang masuk dalam RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) yang akan disahkan oleh DPR RI. Rapat penolakan digelar di kantor pusat BMT UGT Nusantara di Sidogiri, Kecamatan Kraton, Kabupaten Pasuruan, Selasa (1/11/2022). Puluhan anggota forum ini hadir untuk menyikapi.
Dari hasil rapat yang dipimpin Ketua Forum Koperasi Syariah Jawa Timur Ali Hamdan mengatakan lahirlah 10 poin dalam diskusi ini yang pada intinya menyikapi RUU PPSK tersebut. Ali mengatakan, poin pertama bahwa dalam draft RUU PPSK menyebut istilah “Perkoperasian”, padahal yang diatur hanya koperasi simpan pinjam. “Sedangkan istilah perkoperasian menyangkut keseluruhan kegiatan usaha yang dilakukan oleh koperasi,” tambah Ali.
Selanjutnya, dalam draft RUU PPSK kedalaman materi substansinya masih sumir sehingga pengaturan tentang perkoperasian perlu diatur dalam UU tersendiri. Apalagi pemerintah (dalam hal ini Kementerian Koperasi dan UKM RI) telah mempersiapkan RUU tentang perkoperasian sebagai penyempurnaan terhadap UU No. 25 tahun 1992. Ketua Forum Koperasi Syariah Jawa Timur menambahkan, dalam draft RUU PPSK materi substansinya bertentangan dengan filosofi dan eksistensi koperasi menyangkut prinsip-prinsip koperasi, kemandirian koperasi dan sebagai lembaga close bisnes hubungannya dengan usaha simpan pinjam.
Dalam draft RUU PPSK, Ali juga mengungkapkan masih banyak materi substansi yang saling bertentangan dan kurang memenuhi kaidah penyusunan RUU yang baik. “Bahwa terkait materi substansi, dalam hal perizinan koperasi serta pengawasan dan pembinaan koperasi oleh OJK. Tidak ada landasan yang kuat dari aspek rasio legisnya serta tidak dilandasi pemikiran yang konstruktif dan ilmiah,” ujar Ali. Hasil rapat juga menyebutkan, dalam draft RUU PPSK hanya menggunakan istilah Koperasi Simpan Pinjam (KSP) padahal secara de facto dan de jure JUGA dikenal dengan Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS).
Hasil rapat juga menyebutkan, perkoperasian bukan hanya mementingkan aspek profit oriented melainkan juga ada aspek benefit dan sosial. “Bahwa dalam pengelolaan koperasi berdasarkan asas demokratis oleh anggota memunculkan hak untuk self – regulatori – organization yang diputuskan dalam forum rapat anggota sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dalam koperasi. Dalam norma yang terkandung dalam UU No. 1 Tahun 2013 tentang LKM sudah menentuan jika ada koperasi yang menjalankan usaha simpan pinjam tidak berbasis anggota, maka perizinan, pengawasan dan pembinaannya oleh OJK. Norma ini tidak relevan dan bertentangan jika diperluas kepada koperasi yang hanya melayani anggotanya saja.
Ali juga mengatakan, dalam draft RUU PPSK yang menentukan ada biaya perizinan dan biaya pungutan oleh OJK sangat berpotensi memberatkan dan merugikan terhadap eksistensi koperasi. Hasil diskusi ini, Ketua Forum Koperasi Syariah Jawa Timur Ali Hamdan mengatakan, ada beberapa pasal dalam RUU PPSK yang tidak sesuai dengan semangat koperasi. “Di beberapa pasal, disebutkan bahwa ke depan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan masuk pada sisi perizinan, pengawasan dan pembinaan untuk koperasi,” kata Ali.
Ketua Forum Koperasi Syariah Jawa Timur menambahaan, maka koperasi syariah Jatim merasa sangat keberatan dengan isi poin itu dan keberadaan OJK ini tidak bersesuaian dengan jati diri koperasi. “Tidak sejalan dengan apa yang disampaikan Bung Hatta, bahwa koperasi itu dari dan oleh untuk anggota koperasi,” lanjut Ali. Di sisi lain, kehadiran OJK dalam koperasi akan menjadi momok mulai dari syarat perizinan mahal, iuran rutin hingga pasal pidana.
Bagikan ke :